Bukan semata sebuah keluhan, namun membangun madrasah yang berkualitas bukanlah pekerjaan ringan. Fenomena perwajahan pendidikan tanah air yang dihujani kritik serta protes bertubi-tubi dari tahun ke tahun menjadi petanda bahwa perjalanan untuk membangun madrasah yang berkualitas adalah sebuah perjalanan yang berat.
Dalam konsep madrasah berkualitas yang saat ini diterapkan, untuk menciptakan prestasi siswa yang tinggi maka harus dirancang kurikulum yang baik yang diajarkan oleh guru-guru yang berkualitas baik pula. Madrasah berkualitas akan dapat dicapai apabila seluruh sumber daya madrasah dimanfaatkan secara optimal. Berarti tenaga administrasi, pengembang kurikulum di madrasah, kepala madrasah, dan penjaga madrasah pun harus dilibatkan secara aktif. Karena semua sumber daya tersebut akan menciptakan iklim madrasah yang mampu membentuk keunggulan madrasah.
Kualitas madrasah terletak pada bagaimana cara madrasah merancang-bangun madrasah sebagai organisasi. Maksudnya adalah bagaimana struktur organisasi pada madrasah itu disusun, bagaimana warga madrasah berpartisipasi, bagaimana setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab yang sesuai dan bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian wewenang yang disertai tangung jawab. Semua itu bermuara kepada kunci utama madrasah berkualitasl adalah kualitas dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Elmore dan Fuhrman (2001), mengemukakan bahwa sebuah proses pendidikan akan baik dan berkualitas jika masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab internal sekolah mendapatkan prioritas terlebih dahulu untuk diselesaikan.
Sejalan dengan makin besarnya tantangan yang harus dihadapi lembaga pendidikan, muncul sejumlah usaha untuk memperbarui konsep atau gagasan tentang apa yang disebut sebagai madrasah berkualitas. Salah satu konsep terkemuka dalam hal ini adalah lima prinsip pendidikan yang ditawarkan Peter Senge dalam The School That’s Learn (2003). Dirumuskan dalam rangka mengimbangi arus globalisasi yang meluas di bidang pendidikan, lima prinsip pendidikan ini menekankan pentingnya melihat madrasah dan atau proses pembelajaran sebagai suatu institusi pendidikan semacam perusahaan yang memerlukan kerja kelompok dan menuntut keahlian tertentu. Secara ringkas kelima disiplin kolektif tersebut sebagai berikut:
Pertama, penguasaan diri (personal mastery), Setiap pengelola sekolah harus berlaku jujur dalam mengemukakan kelemahan dan kelebihan situasi terkini sekolahnya dan mendukung setiap aspirasi yang tumbuh dan berkembang dari anak didik.
Kedua, keberanian setiap pengelola madrasah untuk berbagi pandangan (shared vision), sebuah disiplin kolektif yang menekankan perhatian pada tujuan bersama.
Ketiga, yang menjadi perhatian Peter Senge adalah pembentukan mental (mental models), sebuah disiplin yang ingin menekankan sikap pengembangan kepekaan dan persepsi, baik dalam diri sendiri atau orang sekitarnya. Bekerja dengan membentuk mental ini dapat membantu kita untuk lebih jelas dan jujur dalam memandang kenyataan terkini. Karena pembentukan mental dalam pendidikan sering kali tidak dapat didiskusikan, dan tersembunyi, maka kritik yang harus diperhatikan oleh sekolah yang belajar adalah bagaimana kita mampu mengembangkan kapasitas untuk berbicara secara produktif dan aman tentang hal-hal yang berbahaya dan tidak nyaman. Selain itu, pengelola madrasah juga harus senantiasa aktif memikirkan asumsi-asumsi tentang apa yang terjadi dalam kelas, tingkat perkembangan siswa, dan lingkungan rumah siswa.
Keempat, membentuk kelompok belajar (team learning), sebuah disiplin dalam interaksi kelompok. Melalui teknik-teknik seperti dialog dan skillful discussion, sekelompok kecil orang dapat mentransformasikan pikiran kolektif mereka, belajar memobilisasi energi dan kegiatan mereka untuk mencapai tujuan bersama dan mengembangkan kepandaian dan kemampuan mereka lebih besar ketimbang jika bakat anggota kelompok digabungkan. Kelompok belajar dapat dikembangkan dalam kelas, antara guru dan orang tua murid, antaranggota komunitas, dan dalam kelompok utama yang mengejar perubahan sukses dalam madrasah.
Kelima adalah disiplin kolektif tentang sistem berpikir (systems thinking). Dalam disiplin ini kita belajar memahami ketergantungan dan perubahan, sehingga kita dapat menghadapi dengan lebih aktif tekanan yang membentuk konsekuensi dari sebuah tindakan. Peralatan dan teknik yang digunakan dalam melatih sistem berpikir ini seperti diagram stock and flow, dan berbagai simulasi yang membantu siswa untuk memahami lebih dalam dari apa yang dipelajari.
Madrasah yang berkualitas tidak lahir dengan sendirinya. Madrasah yang berkualitas harus dibentuk dan direncanakan dengan baik serta dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Komitmen warga madrasah dan stake holder, adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari lahirnya sebuah madrasah yang berkualitas.
Glasser, dalam bukunya yang kedua, The Quality School Teacher memberi pesan kepada kita bahwa sedikitnya ada enam syarat yang harus dipenuhi sebuah sekolah (madrasah) agar menjadi madrasah berkualitas.
Keenam syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Harus ada lingkungan kelas yang hangat dan mendukung.
Tanpa adanya jalinan yang akrab antara semua warga sekolah (guru, siswa, staf, dan karyawan lain) tidak bias dihasilkan tugas-tugas sekolah yang berkualitas, dan lebih dari semua itu harus terbangun saling percaya/kepercayaan.
2. Siswa harus selalu diminta (hanya) untuk melakukan hal-hal yang berguna.
Tidak boleh ada siswa yang diminta untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti mengingat atau menghafal (secara berlebihan). Apa pun yang mereka kerjakan, harus ada manfaatnya – secara praktis, estetis, intelektual, atau pun sosial.
3. Siswa selalu diminta untuk mengerjakannya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.
Ini berarti siswa harus diberi kesempatan yang memadai untuk dapat mengerjakan tugas-tugasnya agar pekerjaannya berkualitas. Mereka sebenarnya sudah biasa diberi tugas, tetapi bukan belajar, dan hampir tidak pernah berusaha melakukan pekerjaan yang berkualitas.
4. Siswa diajari dan diberi kesempatan mengevaluasi pekerjaan mereka sendiri, kemudian diminta untuk meningkatkannya.
Mengevaluasi sendiri adalah hal yang paling sulit diterapkan, tetapi penting dilakukan untuk mencapai perbaikan yang konstan dalam usaha siswa menghasilkan pekerjaan berkualitas.
5. Pekerjaan yang berkualitas selalu terasa menyenangkan.
Sungguh menyedihkan melihat sangat sedikit siswa yang merasa nyaman dalam pelajaran-pelajaran mereka sekarang. Bukan hanya sisw a yang merasa senang jika mereka berhasil mengerjakan sesuatu dengan berkualitas, guru dan orangtua pun merasa senang memerhatikan prose situ.
6. Pekerjaan berkualitas tidak pernah bersifat merusak.
Tidak berkualitas namanya, jika meraih perasaan senang dengan cara memakai obat adiktif atau merugikan orang lain, makhluk hidup, benda milik orang lain, atau lingkungan.
Persepsi masyarakat terhadap madrasah di era modern belakangan semakin menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang unik. Di saat ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, di saat filsafat hidup manusia modern mengalami krisis keagamaan dan di saat perdagangan bebas dunia makin mendekati pintu gerbangnya, keberadaan madrasah tampak makin dibutuhkan orang.
Terlepas dari berbagai problema yang dihadapi, baik yang berasal dari dalam sistem seperti masalah manajemen, kualitas input dan kondisi sarana prasarananya, madrasah yang memiliki karakteristik khas yang tidak dimiliki oleh model pendidikan lainnya itu menjadi salah satu tumpuan harapan bagi manusia modern untuk mengatasi keringnya hati dari nuansa keagamaan dan menghindarkan diri dari fenomena demoralisasi dan dehumanisasi yang semakin merajalela seiring dengan kemajuan peradaban teknologi dan materi. Sebagai jembatan antara model pendidikan pesantren dan model pendidikan sekolah, madrasah menjadi sangat fleksibel diakomodasikan dalam berbagai lingkungan.
Ada ungkapan The Man Behind The Gun yang mengajak kita untuk mengetahui apa dan siapa yang memegang kendali. Di madrasah ada Guru, pimpinan madrasah dan pengelola (yayasan atau PT). Beberapa hal yang layak dieksplorasi para ortu di antaranya :
1. Bagaimana cara madrasah mencapai Visi dan Misi yang telah dicanangkan.
2. Apakah ada jaminan kualitas dari madrasah sehingga anak didiknya mencapai visi dan misi yang dicita-citakan.
3. Apakah madrasah memiliki SOP yang berlaku dan mengalami revisi sesuai kebutuhan?
4. Bagaimana masing-masing peran Guru, Pimpinan madrasah dan Pengelola dalam mencapai kualitas pendidikan bagi peserta didik.
5. Adakah proses pengembangan dan peningkatan prestasi kerja Guru yang berkesinambungan dan berkelanjutan?
6. Apakah fasilitas yang ada berhasil dikelola untuk sebesar-besarnya bagi peningkatan kualitas anak didik dan kreatitias para Guru?
7. Berapa persen siswa yang berprestasi secara akademik mamupun non akademik? Dsb.
Merujuk pada pemikiran Edward Sallis, Sudarwan Danim (2006) dalam bukunya Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik, mengidentifikasi 13 ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu:
1. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
2. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul , dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal. Umumnya ditunjukkan dengan adanya SOP.
3. Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya. SDM dipandang sebagai aset yang di maintain, bukan alat yang kapan saja bisa diganti.
4. Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga pendidik, maupun tenaga administratif. Penyelengaraan Training yang berjenjang dan berkelanjutan adalah salah satu ciri kuatnya.
5. Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya. Keluhan customer dipandang sebagai "perhatian" bukan kritikan.
6. Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
7. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
8. Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.
9. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horozontal.
10. Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.
11. Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
12. Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.
13. Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan.
Demikian sharing mengenai madrasah berkualitas, semoga dapat memandu para ortu, Guru dan Para pengelola pendidikan agar mendapatkan atau menjadikan madrasah yang berkualitas.