Tidaklah salah anggapan orang
bahwa politik adalah kotor. Ketika seorang yang dalam tampilannya polos dan
jujur demi kepentingan politik harus rela mengorbankan kejujuran.
Tidak ada manusia yang sempurna.
Pemimpin itu harus jujur dan apa adanya. Seorang pemimpin akan lebih dihargai
dengan segala kelebihan dan kelemahannya.
Dengan berusaha menyembunyikan kelemahan tersebut akan menjadi pemimpin
berbuat tidak jujur dan berkata bohong pada rakyatnya. Jujur justru akan
membuat pemimpin menjadi lebih hebat. Dalam hal kecil saja sudah mulai tidak
jujur, bagaimana dengan masalah yang besar. Nantinya bohong adalah hal yang
halal dan biasa bagi pemimpin dalam meningkatkan citra dan pencitraannya.
Bohong dan kepura-puraan adalah awal dari berbagai tindakan buruk lannya. Sikap
kesederhanaan bila diiringi dengan kebohongan akan menimbulkan pencitraan dan
kemunafikan.
Pemimpin tidak perlu berbohong
dan dipoles dengan pencitraan hanya karena ingin dianggap sebagai manusia
sempurna. Kejujuran adalah dasar yang sangat penting untuk segala sukses. Tanpa
kejujuran, tak akan ada keyakinan dan kemampuan untuk bertindak.
Nabi Saw bersabda: "Maka
sesungguhnya jujur adalah ketenangan dan bohong adalah keraguan. (HR.
Tirmidzi).
Bertindak jujur memang tidaklah
mudah. Apalagi ketika ketamakan duniawi, yang meliputi gengsi, posisi, dan
upeti, sudah merasuki diri. Orang seperti ini akan menghalalkan segala cara,
termasuk berdusta, demi tercapainya hasrat dan keinginan nafsunya. Demi untuk
mendapatkan dunia, orang rela menukar-balikkan fakta. Menukar kebenaran dengan
kebohongan, begitu juga sebaliknya.
Terkadang kejujuran bisa
menyakiti, tetapi percayalah masalah apapun akan cepat terselesaikan jika
pemimpin berlaku jujur. Untuk apa gengsi jika hanya menyiksa diri sendiri.
Hidup adanya jauh lebih baik daripada memakai topeng kepalsuan. Kejujuran
memang bisa sangat menyakitkan. Tetapi itu lebih baik daripada berbahagia
karena kebohongan. Kejujuran bukanlah barang murah, hargailah kejujuran setiap
orang; meskipun kecil dan sederhana.
Karena pentingnya nilai sebuah
kejujuran ini, maka Imam Ibnul Qayyim berkata, “Iman asasnya adalah kejujuran
dan nifaq asasnya adalah kedustaan.” Hal ini sesuai dengan sebuah hadits Nabi,
di mana para sahabat pernah bertanya: "Ya Rasulullah, 'Apakah ada orang
beriman yang pendusta?' Beliau menjawab, 'Tidak.’ (HR. Malik).
Dan hadits Nabi yang lain yang
menyatakan bahwa dusta merupakan tanda dari kemunafikan. Rasulullah bersabda,
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila berbicara dia dusta,
apabila berjanji dia memungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianati.”
(HR. Bukhari).