Salah satu diantara musibah besar yang menimpa sebagian
keluarga muslim adalah, penghasilan sang suami sebagai penanggung jawab nafkah
dari sumber yang haram. Meskipun bisa jadi mereka terlihat tidur nyenyak, di
rumah megah nan sejuk ber-AC, dengan mobil mewah anti debu dan polusi, namun
sejatinya hati mereka tidak akan bisa tenang. Sehebat apapun fasilitas yang mereka
miliki, mereka tidak akan bisa menggapai ketenangan, layaknya orang yang
berpenghasilan murni halal.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ
لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
“Siapa yang berpaling dari peringatan yang Aku turunkan, dia akan
mendapatkan kehidupan yang sempit…” (QS. Thaha: 124).
Sementara mereka yang bergelut
dengan harta haram tidak jauh dari ayat ini.
Dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ
إِلَّا كَانَتْ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Tidak ada daging yang tumbuh dari as-suht, kecuali neraka lebih layak
baginya.” (HR. Turmudzi 614 dan dishahihkan al-Albani).
Dalam riwayat dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ
مِنْ سُحْتٍ ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Tidak akan masuk surga, daging yang tumbuh dari as-suht, maka neraka
lebih layak baginya.” (HR. Ahmad 14032 dengan sanad jayid sebagaimana
keterangan al-Albani).
Dimanakah Anda wahai para kepala
keluarga! Halalkah pekerjaan Anda wahai para penanggung jawab nafkah! Jika Anda
sangat mengkhawatirkan kesehatan mereka, sudahkah Anda mencemaskan keselamatan
daging-daging mereka? Pernahkah Anda mengkhawatirkan anak dan istri Anda ketika
mereka makan bara api neraka? Berusahalah mencari yang halal, dan jangan
korbankan diri Anda dan tubuh Anda.
Syaikhul Islam mengatakan,
الطَّعَامَ يُخَالِطُ الْبَدَنَ وَيُمَازِجُهُ وَيَنْبُتُ مِنْهُ
فَيَصِيرُ مَادَّةً وَعُنْصُرًا لَهُ ، فَإِذَا كَانَ خَبِيثًا صَارَ الْبَدَنُ
خَبِيثًا فَيَسْتَوْجِبُ النَّارَ ؛ وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (كُلُّ جِسْمٍ نَبَتَ مَنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ)
. وَالْجَنَّةُ طَيِّبَةٌ لَا يَدْخُلُهَا إلَّا طَيِّبٌ
Makanan akan bercampur dengan tubuh dan tumbuh menjadi jaringan dan sel
penyusunnya. Jika makanan itu jelek maka badan menjadi jelek, sehingga layak
untuknya neraka. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengingatkan, ‘Setiap jasad yang tumbuh dari harta haram, maka neraka layak
untuknya.‘ Sementara surga adalah kebaikan, yang tidak akan dimasuki
kecuali tubuh yang baik. (Ma’mu’ al-Fatawa, 21:541).

وهذا الوعيد إنما هو في حق المصير على أكل المال الحرام الذي لم يتب ، لأن
التوبة تهدم ما قبلها من الذنوب ، قال الله تعالى : (قُلْ يَا عِبَادِي الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ)
“Ancaman yang disebutkan dalam hadits di atas, berlaku untuk orang yang
tidak bertaubat dari makan harta haram. Karena taubat bisa membinasakan dosa
yang telah lewat. Allah berfirman (artinya), “Wahai para hamba-Ku yang telah
melampai batas terhadap dirinya, janganlah merasa putus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (Fatwa Islam, no. 139392).